Fungsi keluarga dalam memberantas kemiskinan
Imam Hadi Muslim/ AF IV
Imam Hadi Muslim/ AF IV
Disusun untuk
memenuhi tugas
Dalam mata kuliah Komunikasi Dakwah
Yang diampu oleh: Ustd. H. Ahmad Suharto, S.Ag
Asslamualaikum
warahmatullahi wabarokatuh....
الحمد
لله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين وعلى آله وأصحابه
أجمعين أما بعد.
قال رسوالله صلى الله عليه وسلم : الرّحم معلّقة بالعرش
تقول: من وصلني وصله الله ومن قطعي قطعه الله (رواه البخارى ومسلم)
“Silaturahmi
digantungkan di atas ‘Arasy (Menyambung persaudaraan dengan orang-orang yang
masih ada hubungan famili, baik yang muhrim ataupun bukan. Caranya ialah dengan memberikan
pertolongan baik berupa material ataupun moril. Dan menurut pengertian secara
globalnya ialah menolong orang yang masih ada hubungan famili menurut kemampuan
yang ada.) , ia berkata : Barang siapa menyambungkan hubungannya, maka Allah
akan menyambungkannya, dan barang siapa yang memutuskannya, maka Allah akan
memutuskan hubungan silaturahmi dari ‘Arasy (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim.)”.
Dewasa ini kemiskinan sangat merajalela, setiap tahun selalu
mengalami peningkatan khususnya di kota-kota besar dan sebagian kecil daerah
pedesaan. Kelaparan, tunawisma, anak putus sekolah, pengemis berkeliaran, guru
tidak sejahtera, kurang air bersih, gaji buruh dibawah minimum sampai kekerasan
yang dipicu oleh banyaknya angka pengangguran masa produktif. Ada apa
sebenarnya dengan negeri kita ini, pemerintah seolah bisu dan buta akan keadaan
rakyatnya yang keleleran di jalan-jalan sebaliknya yang dipikir hanya
masalah-masalah sampah: menang pemilu, pildaka, gesekan-gesekan antar
kepentingan elite politik dan urusan perutnya sendiri, banyak waktu publik yang
habis untuk dialihkan kepada perdebatan kepentingan elite saja dan hampir tidak
ada yang memperdebatkan kepentingan rakyatnya. Akhirnya kaum muda yang tidak
bermoralpun tau persis kalau politik itu kotor dan tidak akan pernah
bercita-cita menjadi politisi seumur hidup.
Itulah sedikit gambaran negeri kita ini dengan
carut-marutnya sistem dan mentalitas pemimpinnya, di satu sisi indonesia adalah
negeri dengan penduduk muslim terbesar dunia dan negeri yang menjunjung tinggi
nilai-nilai ketuhanan, tetapi juga sangat jauh dengan nilai agama dalam
penerapannya di pemerintahan khususnya. masyarakat sudah terbiasa dengan sifat
individualis, rakus dan tamak yang di contohkan para pemimpinnya. Padahal islam
sangat mengecam hal itu karena akan merusak tatanan masyarakat yang menyeluruh:
ketidak adilan, kemiskinan, kelaparan bahkan berpotensi pada pemurtadan.
Nauzubillah . . . .
“Syaitan menjanjikan(menakut-nakuti) kamu
dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat yang keji dan Allah menjanjikan
kepadamu mpunan dan kurnia; dan Allah Maha Luas (kurniaNya) dan Maha
Mengetahui” (Al-Baqarah[2]: 268)
Pembahasan
Berikut pendapat ahli
tentang penyebab kemiskinan yang patut kita perhatikan. Namun, secara
garis besar dapat dikatakan ada tiga sebab utama kemiskinan. Pertama,
kemiskinan alamiah, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alami
seseorang; misalnya cacat mental atau fisik, usia lanjut sehingga tidak mampu
bekerja, dan lain-lain. Kedua, kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan
yang disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM akibat kultur masyarakat tertentu;
misalnya rasa malas, tidak produktif, bergantung pada harta warisan, dan
lain-lain. Ketiga, kemiskinan stuktural, yaitu kemiskinan yang
disebabkan oleh kesalahan sistem yang digunakan negara dalam mengatur urusan rakyat.
Dari tiga sebab utama
tersebut, yang paling besar pengaruhnya adalah kemiskinan stuktural. Sebab,
dampak kemiskinan yang ditimbulkan bisa sangat luas dalam masyarakat.
Kemiskinan jenis inilah yang menggejala di berbagai negara dewasa ini. Tidak
hanya di negara-negara sedang berkembang, tetapi juga di negara-negara maju.
Menyikapi semua itu bagi umat
islam tak ada solusi lain selain kembali kepada ajaran Rasulullah SAW yaitu
al-Qur’an dan as-Sunnah karena sudah banyak terbukti ideologi dan konsep yang
murni diciptakan oleh pemikiran manusia tak mampu menyelesaikan semua masalah
manusia yang begitu komplek, beda halnya dengan islam yang membawa ajaran yang
universal, semua masalah kehidupan telah dirangkum dalam satu paket yaitu agama
yang terkandung di dalamnya: Aqidah, Syari’ah, Akhlaq dan lainnya yang mengatur
semua hubungan manusia dengan Allah SWT juga antara manusia dengan manusia.
Disini kita mengambil satu
contoh permasalahan hidup yang tak dapat dihindari oleh semua manusia yang
masih hidup di jagad raya ini yaitu “kemiskinan” kemiskinan, seperti yang sudah
kita singgung diatas sangat berkaitan erat dengan sistem yang diterapkan dalam
mengatur ekonomi di satu negara juga tergantung kualitas SDM yang jujur dan
profesional dalam mengatur ekonominya. Dalam pemenuhan SDM yang profesional
atau tenaga ahli dalam mengatur ekonomi negeri ini sebenarnya sudah sangat
mencukupi untuk membawa negeri ini keluar dari kubangan kemiskinan dan
kemunduran tapi, ternyata profesional saja itu tak cukup kita juga butuh
manusia-manusia yang jujur dan amanah dalam setiap tugasnya. Masih, tapi juga
karakter jujur dan amanah masih sangat minim di negeri kita ini, generasi muda
yang digadang-gadang sebagai tenaga ahli masa depan tak dibekali dengan dua
karakter tadi di sekolah maupun universitas, yang diajarkan di sekolah adalah
bagaimana rumus untung saja bukan rumus kemaslahatan bersama. Wacana pendidikan
berkarakter juga baru muncul beberapa bulan yang lalu karena refleksi dari
maraknya korupsi-korupsi dan korupsi di pemerintahan. Maka timbul pertanyaan,
Kemana saja pendidikan negeri ini yang hampir 68 tahun kok, baru bergulir
pendidikan karakter hari ini ? apa yang salah dengan pendidikan negeri ini kok,
melahirkan banyak koruptor ?[1]
Makna dan Fungsi Keluarga
Tapi menghadapi kenyataan itu
semua diatas umat islam tak perlu pesimis atau takut dalam menyongsong
kehidupan yang harus dihadapinya baik sekarang maupun yang akan datang. Dalam
salah satu ajaran agama kita Islam mengajarkan bahwa setiap muslim laki-laki
yang telah mampu secara materil, ilmu, jasmani dan ruhani agar “menikah” karena
menikah adalah ajaran Rasulullah SAW dan barang siapa yang tidak patuh terhadap
Rasulullah SAW berarti bukan umatnya. Karena manfaat menikah sangat banyak
sekali: memperkuat jalinan sanak keluarga baik pihak suami maupun istri,
memperkuat masyarakat, juga negara.
Kaitannya dengan masalah
pemberantasan kemiskinan juga harus diperhatikan, karena fungsi keluarga adalah
untuk saling membantu. Dalam keluaga islam yang paling utama kita bantu ialah:
keluaraga inti (ayah, ibu dan anak) kita, ayah dan ibu kita, keluaraga
terdekat, baru kemudian orang lain. Masalahnya, di negeri kita khususnya fungsi
keluaraga belum begitu maksimal, keluarga hanya sebatas acara ketika liburan
bersama lebaran idul fitri atau idul adha saja tapi dalam keseharian hanya
mementingkan keluarga inti saja. Terbukti, banyak orang miskin ada dimana-mana,
pengemis juga berkeliaran dimana-mana, pengangguran usia produktif dan lain
sebagainya. Lantas timbul pertanyaan dimana keluarganya ? dimana kerabatnya ? mungkinkah
keluarga dan kerabat mereka miskin semua ? jawabnya, mereka punya keluarga dan
kerabat bahkan diantaranya orang yang kaya. Tapi tidak ada yang mengakui dan
memperhatikan mereka. Padahal gampang saja kerabat terdekat yang kaya memberi
pekerjaan kepada kerabatnya yang masih sulit mendapatkan lapangan pekerjaan. Hendaknya
sebelum negara turun tangan mengatasi masalah itu kerabatlah yang bertanggung
jawab atas keluarganya. Karena memang itulah salah satu fungsi penting menikah
dalam islam, pernikahan bukan formalitas dan pemenuhan kebutuahan biologis
saja.
Manusia takkan mencapai kehidupan tenteram tanpa
pergaulan di dalam suatu kelompok tertentu yang mengikat dirinya dengan hak-hak
dan berbagai kewajiban di dalam kelompok tersebut. Sebab, andaikata kehidupan
seorang manusia itu tanpa mengelompokkan diri pada suatu kelompok tertentu,
maka ia bagai kambing yang memisahkan diri dari “regunya”. Ia akan merana dan
hidup sengsara.
Yang dimaksud dengan kelompok di sini adalah hubungan
dalam bentuk kekeluargaan. Keluarga adalah bagian dari masyarakat
yang merupakan sumber kebahagiaan bagi masyarakat itu sendiri. Dengan melalui
hubungan kekeluargaan, seseorang bisa memperoleh hak-haknya yang patut
dikabulkan. Selain itu ia akan merasa tenteram dan aman di bawah naungannya.
Karenanya, Islam mengajarkan agar para pemeluknya selalu berpegang pada tata
hubungan kekeluargaan ini dan mendahulukan kepentingannya ketimbang kepentingan
lainnya. Di lain pihak Islam juga mengancam orang-orang yang memutuskan
hubungan ini, dan akan mendapatkan siksa yang pedih. Sebab, perbuatan tersebut
merupakan tindakan dosa.
Fungsi internal keluarga adalah
interaksi antar anggota keluarga (ayah, ibu, anak) yang saling menyayangi
dengan motivasi ibadah. Selain itu mereka berusaha untuk meraih kebahagiaan dan
kesejahteraan dalam keluarga. Sedangkan fungsi eksternal keluarga adalah setiap
anggota keluarga memiliki tanggung jawab terhadap bangunan masyarakat yang kuat
dan lurus seperti yang diajarkan agama Islam, karena keluarga memiliki bagian
dari sebuah masyarakat.
Di dalam Islam, kekeluargaan mempunyai dua kata
sinonim. Terkadang diistilahkan dengan arham (famili), dan terkadang dengan
istilah dzawi’l-qurba (kerabat terdekat).
Di dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan
pengertian dzawi’l-qurba ialah : “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang
dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan”. (Q.S.
17 : 28).
Di dalam ayat lain Allah berfirman : “Mereka bertanya
kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah : ‘Apa saja harta yang
kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. (Q.S.
2 : 215).
Al-Qur’an juga memberikan prioritas tinggi terhadap kerabat dekat untuk
menerima perhatian (kebaikan) dan diutamakan kepentingannya lebih daripada
lainnya.
Di dalam Al-Qur’an dikatakan mengenai al-arham : “Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lainnya dan (peliharalah) hubungan silaturahmi”.
(Q.S. 4 : 1).
Ayat
tersebut memerintahkan kepada kita agar bertakwa kepada Allah atau melaksanakan
segara perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Setelah itu Allah
memerintahkan menyambung hubungan silaturahmi dan memenuhi hak-haknya, serta
jangan memutuskan hubungan tersebut.
Di dalam hal ini Allah berfirman yang melarang
pemutusan hubungan silaturahmi : “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa
kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?
Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka
dan dibutakan-Nya penglihatan mereka”. (Q.S. 47 : 22-23).
Rasulullah
juga pernah bersabda :
مامن ذنب اججدر ان يعجّل الله لصاحبه العقوبة فى الدّنيا
مع ما يدخّرله فى الاخرة من: البغي وقطيعة الرّحم. (رواه البخارى والترمذى وابن
ماجه)
“Tak ada
suatu perbuatan dosa apapun yang lebih berhak disegerakan hukumannya oleh Allah
di dunia ini, di samping yang akan diterimanya di akherat, selain daripada
perbuatan zina dan memutuskan hubungan kekeluargaan” (Hadits riwayat
Bukhari, Turmudzi dan Ibnu Majjah.).
Sabda Nabi
yang lain :
لايدخل الجنّة قاطع رحم (رواه مسلم)
“Takkan bisa
masuk surga orang yang memutuskan hubungan kekeluargaan (silaturahmi)” (Hadits
riwayat Muslim.).
Allah berfirman : “Bagi orang laki-laki ada hak bagian
dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak
bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit
atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”. (Q.S. 4 : 7).
Allah Swt. berfirman:
وَعَلَى
الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لاَ تُكَلَّفُ
نَفْسٌ إِلاَّ وُسْعَهَا لاَ تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلاَ مَوْلُودٌ لَهُ
بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ
“Kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani selain
menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan
karena anaknya, dan seorang ayah karena anaknya. Waris pun berkewajiban
demikian…” (QS al-Baqarah [2]: 233).
Maksudnya, seorang waris berkewajiban sama
seperti seorang ayah, dari segi nafkah dan pakaian. Yang dimaksud waris di
sini, bukan berarti orang yang secara langsung bisa mewarisi, melainkan yang
dimaksud adalah siapa saja yang berhak mendapatkan waris.[2]
Jadi jelas, jika seseorang secara pribadi
tidak mampu memenuhi kebutuhannya, karena alasan-alasan di atas, maka kewajiban
memenuhi nafkah, beralih ke kerabat dekatnya.
Kesimpulan
Untuk membantu mengentaskan
kemiskinan di masyarakat kita, fungsi keluarga dalam islam harus lebih di renungi
lagi. Karena kalau setiap keluarga memaksimalkan fungsinya (memperhatikan
kerabatnya) dalam masyarakat, kemiskinan akan cepat sekali teratasi secara
menyeluruh.
Penutup
Mungkin ini saja dari kami, kurang dan lebihnya
kami mohon maaf
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركاته
0 komentar:
Posting Komentar