Kebahagiaan
dalam hidup
Muhaimi Anshori
/ PA 4
Sebagian
orang mengejar kebahagiaan dengan bekerja keras untuk menghimpun harta. Dia
menyangka bahwa pada harta yang berlimpah itu terdapat kebahagiaan.
Ada
yang mengejar kebahagiaan pada tahta, pada kekuasaan. Beragam cara dia lakukan
untuk merebut kekuasaan. Sebab menurutnya kekuasaan identik dengan kebahagiaan
dan kenikmatan dalam kehidupan. Dengan kekuasaan seseorang dapat berbuat
banyak.
Orang
sakit menyangka, bahagia terletak pada kesehatan. Orang miskin menyangka,
bahagia terletak pada harta kekayaan. Rakyat jelata menyangka kebahagiaan
terletak pada kekuasaan
Islam
menyatakan bahwa “Kesejahteraan’ dan “kebahagiaan” itu bukan merujuk kepada
sifat badani dan jasmani insan, bukan kepada diri hayawani sifat basyari; dan
bukan pula dia suatu keadaan hayali insan yang hanva dapat dinikmati dalam alam
fikiran belaka.
Kesejahteraan
dan kebahagiaan itu merujuk kepada keyakinan diri akan hakikat terakhir yang
mutlak yang dicari-cari itu yakni: keyakinan akan Hak Ta’ala dan penuaian amalan
yang dikerjakan oleh diri berdasarkan keyakinan itu dan menuruti titah
batinnya.’Jadi, kebahagiaan adalah kondisi hati yang dipenuhi dengan keyakinan
(iman) dan berperilaku sesuai dengan keyakinannya itu.
Bilal
bin Rabah merasa bahagia dapat mempertahankan keimanannya meskipun dalam
kondisi disiksa. Imam Abu Hanifah merasa bahagia meskipun harus dijebloskan ke
penjara dan dicambuk setiap hari, karena menolak diangkat menjadi hakim negara.
Para
sahabat nabi, rela meninggalkan kampung halamannya demi mempertahankan iman.
Mereka bahagia. Hidup dengan keyakinan dan menjalankan keyakinan
Menurut
al-Ghazali, puncak kebahagiaan pada manusia adalah jika dia berhasil mencapai
ma’rifatullah”, telah mengenal Allah SWT. Selanjutnya, al-Ghazali
menyatakan:“Ketahuilah bahagia tiap-tiap sesuatu bila kita rasakan nikmat,
kesenangan dan kelezatannya mara rasa itu ialah menurut perasaan masing-masing”.
Maka kelezatan (mata) ialah melihat rupa yang indah, kenikmatan telinga
mendengar suara yang merdu, demikian pula segala anggota yang lain dan tubuh
manusia.
Ada
pun kelezatan hati ialah ma’rifat kepada Allah, karena hati dijadikan tidak
lain untuk mengingat Tuhan. Seorang rakyat jelata akan sangat gembira kalau dia
dapat herkenalan dengan seorang pajabat tinggi atau menteri, kegembiraan itu
naik berlipat-ganda kalau dia dapat berkenalan yang lebih tinggi lagi misalnya
raja atau presiden.
Maka
tentu saja berkenalan dengan Allah, adalah puncak dari segala macam
kegembiraan. Lebih dari apa yang dapat dibayangkan oleh manusia, sebab tidak
ada yang lebih tinggi dari kemuliaan Allah. Dan oleh sebab itu tidak ada
ma’rifat yang lebih lezat daripada ma’rifatullah.
Ma’rifalullah
adalah buah dari ilmu. Ilmu yang mampu mengantarkan manusia kepada keyakinan.
bahwa tiada Tuhan selain Allah” (Laa ilaaha illallah). Untuk itulah, untuk
dapat meraih kebahagiaan yang abadi, manusia wajib mengenal Allah. Caranya,
dengan mengenal ayat-ayat-Nya, baik ayat kauniyah maupun ayat qauliyah.
Banyak
sekali ayat-ayat al-Quran yang memerintahkan manusia memperhatikan dan
memikirkan tentang fenomana alam semesta, termasuk memikirkan dirinya sendiri.
Disamping
ayat-ayat kauniyah. Allah SWT juga menurunkan ayat-ayat qauliyah, berupa wahyu
verbal kepada utusan-Nya yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw.
Karena
itu, dalam QS Ali Imran 18-19, disebutkan, bahwa orang-orang yang berilmu
adalah orang-orang yang bersaksi bahwa “Tiada tuhan selain Allah”, dan
bersakssi bahwa “Sesungguhnya ad-Din dalam pandangan Allah SWT adalah Islam.”
Inilah
yang disebut ilmu yang mengantarkan kepada peradaban dan kebahagiaan. Setiap
lembaga pendidikan. khususnya lembaga pendidikan Islam. harus mampu
mengantarkan sivitas akademika-nya menuju kepada tangga kebahagiaan yang hakiki
dan abadi. Kebahagiaan yang sejati adalah yang terkait antara dunia dan
akhirat.
Sebagai
orang Muslim, kita tentu mendambakan hidup bahagia, hidup dalam keyakinan:
mulai dengan mengenal Allah dan ridha, menerima keputusan-keputusanNya, serta ikhlas
menjalankan aturan-aturanNya.
Kita
mendambakan diri kita merasa bahagia dalam menjalankan shalat, kita bahagia
menunaikan zakat, kita bahagia bersedekah, kita bahagia menolong orang lain,
dan kita pun bahagia menjalankan tugas amar ma’ruf nahi munkar.
Mudah-mudahan.
Allah mengaruniai kita ilmu yang mengantarkan kita pada sebuah keyakinan dan
kebahagiaan abadi, dunia dan akhirat. Amin
0 komentar:
Posting Komentar