BIHAARU
BAHRI ‘ASALI FADLAAIRI RAHMAH
Jl.
KH. Wahid Hasyim Gg. Anggur RT/RW. 026/007 Sananrejo – Turen – Malang
Telp.
(0341) 828106
Nama
Pondok Pesantren (Ponpes) Salafiyah yang terletak di Jalan KH. Wahid Hasyim Gang
Anggur No.10, RT 07 / RW 06 Desa Sananrejo, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang
ini adalah, Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah (Bi Ba’a Fadlrah). Artinya
yaitu, Segarane, Segara, Madune, Fadhole Rohmat. Rintisan Ponpes Bi Ba’a Fadlrah ini dimulai pada
1963 oleh Romo Kyai Haji Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam,
atau yang akrab disapa Romo Kyai Ahmad.
Sedang
ijin Kecamatan dan Kepolisian setempat dilakukan tahun 1963. Sementara ijin
resmi pendirian pondok dilakukan pada tahun 2002. Adapun Rekomendasi dari
Departemen Agama Kabupaten Malang dikeluarkan di Malang yang ditandatangani
oleh Kepala Departemen Agama, Kabupaten Malang, dengan Nomor:
D/Mm.16/Pontren/153/2002. Sedang Nomor Statistik Pontren NSPP : 512350712153.
Adapun prinsip pondok adalah setia pada Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Taat dan patuh kepada peraturan dan perundangan yang berlaku.
Menghargai dan menyayangi sesama manusia. Sedang haluan pondok, yaitu Islam
Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Pada
tahun 1978, mulai ada santri yang
menetap. Pada tahun 1978 itulah, proses pembangunan pondok mulai dilakukan.
Tapi sifatnya kecil-kecil, apa adanya, hingga tahun 1992. Setelah itu, proses
pembangunan sempat berhenti. Bangun lagi sekitar tahun 1998 akhir dan awal
tahun 1999 yang ditandai dengan adanya aktivitas ngecor dan pembuatan jalan
serta pos
Menurut
Pak Kisyanto, salah seorang panitia Ponpes Bi Ba’a Fadlrah yang akrab disapa
Pak Kis, pada tahun 1978, sebetulnya kegiatan pembangunan pondok sudah dimulai.
”Tapi masih bersifat apa adanya. Karena untuk menjaga agar hati tidak toma’,”
kata Pak Kis ketika ditemui di ruang Oval (29/7/08).
Dana Pembangunan
Lebih
jauh Pak Kis mengatakan, dalam hal pendanaan, beliau punya prinsip tidak
minta-minta, tidak toma’ (tidak mengharap-harap pemberian orang) dan tidak
pinjam.
Mencegah
agar tidak toma’, lanjutnya, maka pada tahun 1978, Romo Kyai sudah mulai
membangun pondok dengan material apa adanya. Contohnya, waktu itu adanya baru
batu merah saja, maka batu merah itulah yang dipasang dengan luluh (adonan)
dari tanah liat (lumpur/ledok).
”Kemudian,
ada orang yang datang, kok hatinya bisa merasakan enak, tenteram dan aman.
Setelah itu, ada lagi yang datang, juga merasakan hal yang sama. Mereka
berpikir, sayang rasanya jika pondok seperti ini kok cuma dari batu merah dan
luluh. Mereka kemudian berprakarsa untuk mengganti luluh dari lumpur dengan
pasir dan gamping, tanpa semen. Maka dikerowokilah (diganti) sebagian demi
sebagian luluh tanah liat tadi dengan luluh pasir dan gamping. Begitulah
seterusnya, sampai kemudian dibangun seperti sekarang ini,” ujar Pak Kis.
Setelah itu,
proses pembangunan pondok berhenti. ”Mpun, kulo mboten mbangun,” ujar Romo
Kyai, seperti dikutip oleh Pak Kisyanto.
Ketika
Romo Kyai punya niat untuk berhenti membangun pondok, maka serta merta proses
pembangunan pondok pun jadi terhenti.
Bahkan, uang seribu rupiah pun, beliau tidak punya untuk jatah bangunan.
Namun, ketika beliau punya niat mau naik haji sekeluarga dan punya keinginan
untuk membangun musholla, keadaan menjadi berubah. Apalagi setelah beliau
melaksanakan haji bersama keluarga berkali-kali, Allah menghadiahi beliau
pondok seperti sekarang ini. Jadi, menurut dhawuh beliau, pondok ini adalah
pondok hadiah.
Contoh,
dalam proses perolehan tanah sekitar pondok. Orang yang memiliki tanah sendiri
yang ingin sekali tanahnya dibeli oleh pondok. Mereka menawarkan berkali-kali.
Bahkan rela menunggu sampai pondok mau membelinya. ”Prinsip dana pembangunan
pondok, jika uang untuk semen, ya digunakan untuk semen. Jika untuk beras, ya
beras. Jadi tenang, tidak nggrangsang. Tidak pinjam uang yang ada di dalam
lingkungan pondok. Misalnya, jika butuh bata, ya tidak pinjam uang untuk
semen,” ungkap Pak Kis.
Yang
jelas, tegas Pak Kis, sumber dana pembangunan
pondok, utamanya berasal dari Romo Kyai sendiri. Selain itu, juga ada
dari para jama’ah yang memang menginginkan bangun pondok ini.
“Beliau
sendiri tidak punya keinginan untuk membangun pondok ini. Beliau mernahke atau
mengarahkan keinginan para jama’ah sesuai dengan kebutuhan rohaninya. Ada yang
mohon petunjuk kepada beliau terkait dengan harta yang dimilikinya. Ada yang
menyampaikan permasalahan. Baik yang bersifat pribadi, keluarga dan
masalah-masalah lainnya. Semuanya itu atas kemauan mereka sendiri, bukan dari
keinginan beliau,” tukas Pak Kis.
Karena
itu, pondok tidak menerima jariyah dari siapa pun. “Pasalnya, yang namanya
jariyah itu, sebesar atau sekecil apapun, harus dimusyawarahkan terlebih dahulu
peruntukkannya kepada yang mengamanahkannya. Hal ini akan menyulitkan bagi
orang yang datang ke pondok untuk
mengharapkan barakah beliau. Sebab, barakah tersebut akan sangat tergantung
dari keridhaan si pemilik. Jika pondok ini dibangun dari amal jariyah, maka
keridhaan tersebut, tergantung pada semua pemberi jariyah. Tentunya akan sangat
menyulitkan. Lain halnya jika dana tersebut berasal dari beliau sendiri, maka
urusannya jadi lebih mudah,” tandas Pak Kis.
Tapi,
jika ada yang mau infaq, timpal Pak Kis, bisa diterima. Namun, jika ada orang
yang berkeinginan untuk pasrah sepenuhnya kepada beliau, maka beliau akan menempatkannya
sesuai pada fungsinya. Artinya, beliau akan menempatkan harta yang diamanahkan
itu dengan mengacu dari hasil istikharah Romo Kyai.
Tujuan Didirikannya Pondok
Sementara
itu, menyinggung soal tujuan didirikannya pondok, Pak Kis mengatakan, adalah
untuk pembenahan akhlak secara menyeluruh, sebagai sarana pembersihan hati dan
menciptakan perdamaian dunia. “Kalau hatinya sudah bersih dan damai, maka orang
akan lebih cinta kepada Allah SWT, yang ditandai dengan perilaku kasih sayang
terhadap sesama makhluk. Dan hal itu terbukti. Ketika ditanyakan kepada
kebanyakan pengunjung yang datang, jawaban yang mereka berikan adalah, hati
mereka merasa damai, bahagia, tenang, tenteram dan bisa merasakan hilangnya
penyakit-penyakit hati. Bahkan, banyak yang mengaku, bahwa mereka belum pernah
merasakan perasaan yang seperti ini sebelumnya. Selain itu, tidak sedikit orang
yang mengaku,
setelah datang ke pondok, penyakit jasmaninya menjadi sembuh,” ungkap Pak Kis.
Menjawab pertanyaan, Pak Kis
mengatakan, hingga sekarang, pemerintah mendukung dan memberikan tanggapan
positif terhadap keberadaan pondok. Yang jelas, dalam konsep pembangunan di
pondok ini, Romo Kyai selalu memperhatikan semua unsur kehidupan yang ada di
dalam pondok.
Konsep
Pembangunan
Sementara
itu, menurut Pak Kis, konsep pembangunan pondok ini dilakukan atas dasar
fungsi, yang termasuk di dalamnya adalah: kuat, cepat, tepat, hemat dan indah.
Yaitu, kuat dalam konstruksi, cepat dalam arti segera dilaksanakan, dan tepat
waktu dalam penyelesaian, tepat dalam ukuran dan takaran, tepat dalam teknis
dan sasaran, efektif dan efisien dalam pemakaian bahan serta bersih, rapi dan
indah. Jika dibangun atas dasar fungsi tersebut, maka otomatis variable yang
lain sudah termasuk di dalamnya. Untuk fungsi itulah, makanya bangunan di
pondok ini, tidak ada yang sama antara satu tempat dengan tempat lainnya.
“Karena
masing-masing fungsi memang tidaklah sama. Jadi, konsep pembangunan pondok ini,
sesungguhnya berjalan atas kehendak Allah. Sedang yang menjadi arsiteknya
adalah Romo Kyai. Jadi, Romo Kyai tidak pernah meniru atau mencontoh konsep
pembangunan di tempat lain untuk dipakai di sini. Karena memang fungsinya tidak
sama,” kata Pak Kis.
”Contohnya,”
imbuh Pak Kis, ”yang terbaru disampaikan adalah mengenai pos depan. Yang punya
masalah diselesaikan melalui pembangunan pos depan. Ketika pos tersebut diberi
satu ornamen bintang, kemudian ditanyakan kepada yang bersangkutan. Ketika
dijawab, misalnya, masalahnya sudah berkurang tapi belum plong. Lantas ditambah
dengan satu ornamen bintang lagi, kemudian ditambah ornamen lain lagi sampai
yang bersangkutan bisa merasakan benar-benar plong. Bahkan sampai pada warnanya
sekalipun, semua juga tidak tahu akhirnya jadi seperti itu.”
Karena
itu, lanjutnya, bagi yang mempunyai masalah dan mengeluarkan dananya, termasuk
bagi yang mengerjakan hingga yang memandang sekalipun, bisa merasakan dan
mengambil fungsinya. Jadi, yang mendanai bisa merasakan bahagia dan
terselesaikan masalahnya. Demikian juga bagi yang mengerjakan dan yang
menikmati hasilnya.
Menjawab
pertanyaan, Pak Kis menjelaskan, pihaknya tidak tahu bagaimana akhir dari
proses pembangunan pondok ini. “Semua
tidak ada yang tahu, kecuali Romo Kyai sendiri.
Yang jelas, kalau kondisi keuangan seperti sekarang ini, taraf
pembangunan pondok baru mencapai sekitar 20 persen. Tapi, kalau masyarakat
dunia menghendaki dan kondisi keuangan sudah mencapai triliyunan, maka
kondisinya belum mencapai seperempatnya,” katanya.
Contoh, kata Pak
Kis, di sebelah musholla itu ada kubah. Padahal, ketika tahun 1992 lalu,
bangunan itu merupakan bangunan paling besar dan megah. Namun, sekarang, kubah
tersebut malah jadi tiang saja. “Romo Kyai sendiri pernah bilang, jika memang
ada dana trilyunan, maka semua ruangan yang sekarang ini, hanya akan menjadi
tiang saja nantinya,” ujar Pak Kis.
Tidak
Meniru
Dan
yang terpenting, lanjutnya, beliau berprinsip mengutamakan fungsi, kemudian
bagus/indahnya. Kalau fungsi pasti bagus/indah, sedangkan bagus dan indah,
belum tentu fungsi.
Terkait
dengan maraknya penilaian negatif dari masyarakat yang berkembang selama ini,
pihak pondok tetap berusaha meluruskannya. “Bagi beliau sendiri, adanya isu
negatif itu justru dijadikan sebagai bahan koreksi ke dalam (intropeksi diri).
Apakah pondok kurang bersih, atau karena lainnya? Beliau tidak pernah
menyalahkan sikap orang lain kepada pondok,” tandas Pak Kis. Yang jelas,
prinsipnya, Romo Kyai tidak pernah menyalahkan siapapun. Semua dikembalikan
kepada diri sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar